Fetish dan Kink, Apa Sih Perbedaannya?

Perbedaan fetish dan kink

Meski telah ada sejak zaman dahulu, istilah fetish dan kink kini semakin sering muncul di media, khususnya dengan perkembangan teknologi internet. Ada banyak sekali persepsi yang berbeda mengenai keduanya. Di kalangan awam, sebagian orang menganggapnya sebagai penyimpangan seksual, sementara sebagian lagi memiliki opini yang berbeda. Untuk meluruskan pemahaman Anda, berikut penjelasan mengenai fetish dan kink dari sudut pandang psikologi.

Baca Juga: Agar Penggunaan Kondom Lebih Memuaskan Saat Bercinta

Menurut kamus psikologi resmi terbitan American Psychological Association (APA), fetishism adalah kondisi di mana seseorang menggunakan benda-benda mati seperti pakaian dalam, stocking, benda-benda karet, sepatu, atau boots untuk meraih kepuasan seksual. Penggunaan sex toys seperti vibrator tidak tergolong bagian dari fetishism. Fetish pada dasarnya dimiliki sebagian besar orang, namun tidak semua fetish tergolong gangguan psikologis. Seseorang bisa saja memiliki fetish tertentu tetapi tetap dianggap sehat. Berdasarkan DSM-5, buku panduan pembuatan diagnosis yang digunakan oleh psikolog di seluruh dunia, fetish hanya bisa dikategorikan sebagai gangguan apabila:

  • menyebabkan rasa tertekan
  • menyebabkan gangguan di ranah sosial, karir, dan bidang lainnya
  • prakteknya menyakiti orang lain

Jika fetish yang dimiliki seseorang tidak memenuhi karakteristik di atas, fetish tersebut tidak bisa disebut gangguan, hanya variasi dari preferensi seksual seseorang saja. Misalnya, seorang laki-laki terangsang oleh sepatu hak tinggi. Ia menyalurkan fetish-nya di tempat tidur dengan meminta istrinya menggunakan sepatu tersebut ketika bercinta. Istrinya tidak terganggu dengan hal ini. Dalam contoh kasus tadi, fetish ini bukan gangguan, karena tidak mengganggu kehidupannya. Akan tetapi jika ia ejakulasi di publik karena melihat perempuan menggunakan sepatu hak tinggi, hingga ia malu, hubungan sosialnya terganggu, dan tidak bisa fokus bekerja, maka fetish ini adalah sebuah gangguan.

Lalu bagaimana dengan kink? Menurut Samuel Hughes, psikolog yang banyak meneliti kink di ranah sosial, kink adalah istilah yang menggambarkan berbagai perilaku seksual dan intim yang sifatnya non-tradisional (tidak umum) namun dilakukan atas dasar mau sama mau (Aaron, Psychology Today, 2018). Beberapa contoh perilaku kink adalah sebagai berikut:

  • Bondage: mengikat diri sendiri / pasangan dengan tali atau dengan objek lain yang bisa membatasi ruang gerak untuk meningkatkan gairah seksual
  • Domination & submission: aktivitas seksual di mana satu pihak menjadi sangat dominan dan pihak lainnya menunjukkan kepatuhan sehingga terjadi permainan kekuasaan yang bisa memberikan rangsangan seksual
  • Role-play: bermain peran dalam hubungan seks, misalnya sebagai dokter dan pasien, guru dan murid, dan sebagainya agar mendapat suasana baru dalam aktivitas seksual

Jadi, jika fetish fokusnya pada benda mati, kink berfokus pada aktivitas dan seringkali dilakukan bersama pasangan. Seperti fetish, kink juga bukan merupakan penyimpangan, selama tidak menyebabkan rasa tertekan ataupun gangguan yang signifikan dalam kehidupan seseorang. Agar fetish dan kink Anda tidak mengganggu pasangan, kuncinya adalah komunikasi yang baik. Jangan ragu untuk jujur pada pasangan mengenai hal-hal yang merangsang Anda. Siapa tahu, ia mau bereksperimen atau malah memiliki fetish atau kink-nya sendiri.

Baca Juga: Serba-Serbi Tentang Tipisnya Kondom

Begitulah pembahasan singkat soal fetish dan kink. Selain itu, jika Anda masih memiliki pertanyaan, Anda bisa menghubungi Halo DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 dengan mengklik tautan ini pada hari Senin hingga Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB. Segala informasi yang disampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

artikel lainnya