Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

Kata HIV dan AIDS seringkali disandingkan, namun banyak orang yang tidak mengetahui perbedaannya. Yuk, cari tahu!

HIV (Human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh kita. HIV yang tidak diobati mempengaruhi dan membunuh sel CD4, yang merupakan jenis sel imun yang disebut sel T.

Baca Juga: Kesetaraan Gender sebagai Kunci Persoalan HIV/AIDS, Apa Kaitannya?

Seiring waktu, karena HIV membunuh lebih banyak sel CD4, tubuh lebih mungkin terkena berbagai jenis kondisi dan kanker.

Virus ini menular lewat cairan tubuh seperti darah, cairan mani, cairan vagina, serta air susu ibu.

Perlu diingat, HIV tidak menular lewat udara, air, maupun kontak kulit.

Karena HIV memasukkan dirinya ke dalam DNA sel kita, ini adalah kondisi seumur hidup dan saat ini tidak ada obat yang menghilangkan HIV dari tubuh, meskipun banyak ilmuwan sedang bekerja untuk menemukannya.

Namun, dengan perawatan medis, termasuk pengobatan yang disebut terapi antiretroviral, adalah mungkin untuk mengelola HIV dan hidup dengan virus ini selama bertahun-tahun secara sehat dan produktif.

Tahap lanjut HIV

Tanpa pengobatan, seseorang dengan HIV kemungkinan akan mengembangkan kondisi serius yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome, yang dikenal sebagai AIDS. Lalu, apa bedanya HIV dan AIDS?

AIDS adalah tahap HIV yang paling lanjut. Tetapi hanya karena seseorang mengidap HIV bukan berarti ia akan mengalami AIDS.

Jika tidak diatasi HIV bisa berkembang menjadi AIDS. Saat ini belum ada obat-obatan yang bisa mengatasi AIDS dan tanpa terapi perawatan usia harapan hidup seseorang setelah didiagnosis hanya tiga tahun.

Harapan hidup mungkin lebih pendek jika orang tersebut mengembangkan penyakit oportunistik yang parah. Namun, pengobatan dengan obat antiretroviral dapat mencegah berkembangnya AIDS.

Jika AIDS benar-benar berkembang, itu berarti bahwa sistem kekebalan tubuh sangat terganggu, yaitu melemah ke titik di mana ia tidak dapat lagi berhasil merespons sebagian besar penyakit dan infeksi.

Pengidap AIDS akan lebih rentan terkena infeksi pneumonia (radang paru), tuberculosis, jamur di mulut, toksoplasma, hingga kanker.

Baca Juga: Tips Bertahan dengan HIV/AIDS di Tengah Wabah Corona

Nah, sudah tahu kan bedanya HIV dan AIDS. Jika kamu masih punya pertanyaan seputar HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi, kamu bisa berkonsultasi secara online bersama dengan tenaga kesehatan dokter dan bidan dari Halo DKT di nomor 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp atau dengan menghubungi nomor telepon bebas pulsa di nomor 0800-1-326459 setiap hari Senin – Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB.

Bagaimana Cara Orang dengan HIV Melindungi Diri dari Covid-19?

Orang dengan HIV (ODHA) mungkin sangat mengkhawatirkan kesehatannya di masa pandemi ini. Terlebih pada ODHA yang belum mencapai supresi virus yang sangat rentan mendapatkan infeksi oportunistik. Lalu, bagaimana mereka melindungi HIV dari Covid-19?

Baca Juga: Berapa Lama Virus HIV Bertahan di Luar Tubuh?

Jika kamu adalah ODHA dan sudah mendapatkan terapi antiretroviral (ARV), tetap lanjutkan pengobatan dan ikuti saran dokter. Ini adalah cara terbaik untuk menjaga daya tahan tubuh tetap kuat.

Selain hal di atas, sebagai ODHA kamu juga bisa melindungi diri dari penularan Covid-19 dengan cara:

  • Melakukan vaksinasi Covid-19
  • Menggunakan masker yang menutupi bagian hidung dan mulut
  • Menjaga jarak aman dengan orang lain yang tidak tinggal serumah
  • Menghindari kerumunan dan ruangan tertutup yang ventilasinya buruk
  • Sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, ODHA yang belum memulai pengobatan ARV untuk segera memulai pengobatannya. Sementara orang yang merasa beresiko HIV disarankan untuk segera memeriksakan diri agar perkembangan penyakit terkait HIV dapat dikendalikan dan mengurangi komplikasi dari penyakit komorbid lainnya.

ODHA yang menggunakan obat-obatan ARV harus memastikan bahwa mereka memiliki paling sedikit 30 hari stok ARV jika suplai 3 sampai 6 bulan tidak tersedia dan memastikan bahwa status vaksinasi mereka diperbaharui (vaksin influenza dan pneumokokus).

Bila daya tahan tubuh kamu lemah, kamu bisa mengalami perburukan penyakit, bahkan jika sudah divaksin. Setelah divaksin pun kamu harus melakukan tindakan pencegahan yang direkomendasikan sama seperti halnya populasi umum.

ODHA juga harus terus menjalankan gaya hidup sehat dengan cara:

  • Menjaga pola makan bergizi seimbang
  • Tidur malam minimal 8 jam
  • Mengelola stress
  • Mengonsumsi obat sesuai yang diresepkan dokter

Baca Juga: Perkembangan Terbaru Vaksin HIV

Kamu bisa bertanya lebih jauh seputar HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi dengan berkonsultasi ke tenaga kesehatan dokter dan bidan Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 dan juga link https://bit.ly/halodktwhatsapp atau nomor telepon di 0800-1-326459 setiap hari Senin – Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB.

Vaksin Covid-19 Melindungi Orang dengan HIV

Vaksin Covid-19 memicu respon imun yang kuat pada orang dengan HIV, yang berarti mereka akan terlindung dari infeksi ini.

Selama ini memang ada simpang siur informasi terkait apakah orang dengan HIV (ODHA) boleh divaksin Covid-19 atau tidak.

Baca Juga: Ingin Tes HIV? Pahami Dulu Jenis-jenisnya

Studi sebelumnya memang menunjukkan respon yang kurang optimal pada ODHA, namun penelitian terbaru ini menunjukkan sebaliknya.

”Vaksin Pfizer justru memicu respon imun yang kuat pada orang dengan HIV, dibandingkan dengan pada orang sehat,” kata ketua peneliti Dr.Joel Blankson dari Sekolah Kedokteran Universitas Johns Hopkins.

Dalam penelitiannya ia dan timnya menganalisis sampel darah yang dikumpulkan dari tujuh wanita dan lima pria yang positif HIV, serta tujuh wanita dan 10 pria yang tidak terinfeksi HIV.

Pengumpulan sampel darah itu dilakukan antara hari ke-7 dan 17 setelah mereka menerima dosis kedua vaksin Pfizer.

Seluruh partisipan studi ini sebelumnya belum pernah terinfeksi Covid-19.

Orang dengan HIV dalam studi ini mendapatkan terapi antiretroviral dan nilai rata-rata CD4+ T-cell 913 sel per microliter. Level sel imun pada orang dewasa sehat berkisar antara 500-1.200 sel per microliter. Sementara itu pada orang dengan HIV yang tidak diobati levelnya kurang dari 200 sel per microliter.

CD4+ T-cell juga disebut sebagai sel-T pembantu karena mereka membantu jenis sel imun lainnya yang disebut sel-B dalam merespon antigen pada virus seperti SARS-CoV-2.

Para peneliti juga memeriksa keberadaan dan tingkat antibodi terhadap protein yang membentuk paku yang menonjol dari permukaan virus corona pada peserta setelah mereka divaksinasi sepenuhnya.

“Kami menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tanggapan sel T CD4+ yang diproduksi vaksin atau tingkat antibodi pengikat lonjakan SARS-CoV-2 untuk peserta yang sehat dan mereka yang hidup dengan HIV,” kata Blanskon.

Hal itu mengindikasikan bahwa orang dengan HIV mendapat perlindungan yang cukup dari Covid-19, jika vaksinasi dilakukan full dosis.

Dilansir dari laman resmi WHO, banyak penelitian vaksin Covid-19 telah memasukkan sejumlah kecil orang yang hidup dengan HIV dalam uji coba mereka.

Meskipun data terbatas, informasi yang tersedia menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 yang direkomendasikan WHO saat ini (AstraZeneca/Oxford, Johnson dan Johnson, Moderna, Pfizer/BionTech, Sinopharm, dan Sinovac) aman untuk orang yang hidup dengan HIV.

Baca Juga: Gejala HIV Kapan Bisa Dikenali Setelah Terinfeksi?

Kamu bisa bertanya lebih jauh seputar HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi dengan berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 dan juga link bit.ly/halodktwhatsapp.

Ketahui 7 Siklus Hidup HIV dalam Tubuh Manusia

Untuk mengembangkan obat HIV, para ilmuwan telah memahami apa saja siklus hidup virus ini.
Memahami siklus hidup HIV memungkinkan para ilmuwan untuk mengembangkan obat yang kita gunakan untuk mengobati penyakit.

Baca Juga: Gejala HIV di Kulit Akibat Efek Samping Obat Antiretroviral

Dari siklus hidup HIV itu dapat diidentifikasi bagaimana virus membuat salinan dirinya sendiri, yang pada gilirannya memungkinkan kita mengembangkan cara untuk memblokir (atau menghambat) proses itu.

  1. Pelekatan virus
    Begitu HIV memasuki tubuh (melalui kontak seksual, paparan darah, atau penularan dari ibu ke anak), ia mencari sel inang untuk bereproduksi. Tuan rumah dalam kasus ini adalah sel T CD4 yang digunakan untuk memberi sinyal pertahanan kekebalan.

    Untuk menginfeksi sel, HIV harus menempelkan dirinya melalui sistem tipe kunci-dan-kunci. Kuncinya adalah protein pada permukaan HIV yang menempel pada protein pelengkap pada sel CD4 seperti halnya kunci masuk ke dalam gembok. Inilah yang dikenal sebagai keterikatan virus.

  2. Mengikat dan melebur
    Setelah melekat pada sel, HIV menyuntikkan protein sendiri ke dalam cairan seluler (sitoplasma) dari sel-T. Hal ini menyebabkan peleburan (fusi) membran sel ke selubung luar virion HIV. Ini adalah tahap yang dikenal sebagai fusi virus. Setelah menyatu, virus bisa masuk ke sel.

  3. Virus melepas lapisan
    HIV menggunakan materi genetiknya (RNA) untuk bereproduksi dengan membajak mesin genetik sel inang. Dengan melakukan itu, ia dapat menghasilkan banyak salinan dari dirinya sendiri. Prosesnya, yang disebut virus uncoating, mengharuskan lapisan pelindung yang mengelilingi RNA dihancurkan.

  4. Transkripsi dan menerjemahkan
    Begitu berada di dalam sel, RNA untai tunggal HIV harus diubah menjadi DNA untai ganda. Ini menyelesaikan ini dengan bantuan enzim yang disebut reverse transcriptase. Proses ini memungkinkan virus mereplikasi diri.

  5. Penyatuan atau integrasi
    Agar HIV dapat membajak mesin genetik sel inang, ia harus mengintegrasikan DNA yang baru terbentuk ke dalam inti sel.

  6. Perakitan
    Setelah integrasi terjadi, HIV harus membuat blok pembangun protein yang digunakannya untuk merakit virus baru. Ia melakukannya dengan enzim protease, yang memotong protein menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian merakit potongan-potongan itu menjadi virion HIV baru yang terbentuk sepenuhnya.

  7. Pematangan
    Setelah virion dirakit, mereka melewati tahap akhir dimana virion dewasa benar-benar bertunas dari sel inang yang terinfeksi. Setelah dilepaskan ke sirkulasi bebas, virion ini terus menginfeksi sel inang lain dan memulai siklus replikasi lagi.

Rentang hidup rata-rata sel inang penghasil virus pendek, sekitar dua hari. Setiap sel yang terinfeksi dapat menghasilkan rata-rata 250 virion HIV baru sebelum gagal dan mati.

Baca Juga: Gejala HIV Kapan Bisa Dikenali Setelah Terinfeksi?

Mengganggu setiap tahap siklus hidup dan tahap selanjutnya tidak dapat terjadi, maka virus tidak mungkin berkembang biak dan menyebar.

Masih punya pertanyaan seputar HIV dan kesehatan reproduksi? Kamu bisa langsung berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin hingga Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, sebab segala informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Bisakah Tertular HIV karena Berciuman?

Berciuman, apalagi yang menggebu dan melibatkan saliva, sering disalah artikan sebagai salah satu cara penularan HIV.

Sejauh ini baru satu kasus “penularan” HIV yang diduga terjadi lewat ciuman terdokumentasi.

Baca Juga: Kenali 8 Gejala HIV pada Wanita

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat di tahun 1996 ada seorang wanita yang negatif HIV mengaku tertular pacarnya yang seorang ODHA (orang dengan HIV/AIDS) karena sering berciuman dalam.

Pasangan ini sudah menjalin hubungan selama dua tahun.

Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata pasangan ini pernah berhubungan seks dengan kondom yang robek dan juga melakukan hubungan seks secara vagina dan oral tanpa kondom, selama periode hubungan mereka.

Selain insiden tersebut, CDC tidak pernah lagi menemukan kasus penularan HIV hanya karena berciuman saja. Dengan kata lain, berciuman tidak akan menularkan HIV/AIDS.

Penting untuk selalu kita ingat bahwa ada empat kondisi yang memungkinkan terjadinya penularan HIV/AIDS, yaitu:

  1. Harus ada cairan tubuh dimana HIV dapat berkembang, misalnya cairan mani, darah, cairan vagina, atau air susu ibu. HIV tidak dapat berkembang biak di udara terbuka atau bagian tubuh yang tinggi kandungan asam (misalnya lambung atau kandung kemih) atau pun punya pertahanan antimikroba (seperti mulut).
  2. Harus ada rute penularan, misalnya melalui aktivitas seksual, berbagi jarum suntik, paparan pekerjaan, atau penularan dari ibu ke bayi.
  3. Harus ada cara bagi virus untuk mencapai sel-sel yang rentan di dalam tubuh Anda, baik melalui luka terbuka atau penetrasi kulit, penyerapan melalui jaringan mukosa, atau keduanya. HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh.
  4. Harus ada tingkat virus yang cukup dalam cairan tubuh. Itu sebabnya air liur, keringat, dan air mata tidak mungkin menjadi sumber penularan, karena jumlah virus dalam cairan ini dianggap tidak cukup untuk menginfeksi.

Kekhawatiran berlebihan terhadap virus ini memang masih tinggi di masyarakat. Bahkan, ada orang yang mengira HIV bisa ditularkan dengan bersentuhan kulit, nyamuk, memakai sisir yang sama, atau pun berciuman.

Orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok Fobia AIDS, yaitu rasa takut berlebihan tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga: Bisakah Kita Mengetahui Orang Terinfeksi HIV dari Penampilannya?

Masih punya pertanyaan seputar HIV dan kesehatan reproduksi? Kamu bisa langsung berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp
pada hari Senin hingga Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, sebab segala informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Berapa Lama Virus HIV Bertahan di Luar Tubuh?

Masih banyak yang percaya virus HIV bisa menular lewat sentuhan atau pun gigitan nyamuk.

Minimnya edukasi yang benar tentang cara penularan HIV/AIDS membuat banyak orang menjauhi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), bahkan takut untuk bersalaman atau tinggal serumah.

Baca Juga: Berapa Lama HIV Baru Menunjukkan Gejala?

Kondisi tersebut membuat ODHA seringkali mendapat diskriminasi dan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.

Padahal, penularan HIV/AIDS hanya bisa terjadi lewat cara yang terbatas, yaitu hubungan seksual, berbagi jarum suntik, terpapar produk darah atau cairan tubuh, dan penularan dari ibu hamil positif HIV ke bayinya.

Bagaimana dengan kemampuan Human immunodeficiency virus (HIV) bertahan di luar tubuh, semisal di permukaan benda yang terpapar darah ataupun cairan semen?

Dalam kondisi spesifik, HIV bisa bertahan di luar tubuh selama berjam-jam, bahkan harian, jika suhu, kelembaban, paparan sinar matahari, dan tingkat keasamannya tepat. Walau hal itu mungkin saja, tetapi sangat jarang bisa terjadi.

Yang harus diingat, walau pun HIV bisa bertahan di luar tubuh, bukan berarti orang yang menyentuh atau terpapar darah dan cairan yang terinfeksi.

Kemungkinan terjadinya penularan HIV yang berada di luar tubuh bisa terjadi jika cairan tersebut masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seksual, berbagi jarum suntik, atau penularan dari ibu ke bayi.

Tidak hanya itu, virusnya juga hanya bisa masuk lewat penetrasi kulit atau jaringan mukosa di vagina dan anus. Sebaliknya, goresan atau abrasi di kulit tidak termasuk penetrasi yang bisa menyebabkan infeksi HIV.

HIV juga tidak bisa hidup di air liur, keringat, atau pun air mata, karena adanya enzim tertentu yang menghambat pertumbuhan virus ini.

Walau demikian, jika kita merasa tidak tenang dan khawatir karena terpapar oleh cairan tubuh ODHA, sebaiknya konsultasikan dengan dokter, konselor, atau pun tenaga kesehatan yang bergerak di bidang HIV/AIDS. Jika perlu lakukan tes HIV untuk memastikannya.

Baca Juga: Apa Saja Gejala HIV di Kulit dan Penyebabnya?

Masih punya pertanyaan seputar HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi? Kamu ‎bisa langsung ‎‎berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT ‎‎0811-1-326459 ‎atau ‎melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin ‎hingga Jumat pukul ‎‎09.00 – ‎‎16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, ‎sebab segala ‎informasi yang kamu ‎sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Apakah ARV Bisa Menyembuhkan HIV?

Orang dengan HIV/AIDS dapat hidup sehat dan produktif jika disiplin mengkonsumsi obat ARV (antiretroviral).

Diperkirakan 35 juta orang di dunia saat ini terinfeksi HIV/AIDS, termasuk 3 juta anak-anak. Penyakit ini bisa dikendalikan dengan kombinasi beberapa obat ARV sehingga sering disebut terapi ARV.

Baca Juga: Mengapa Kita Perlu Konseling Sebelum Tes HIV

Ada beberapa jenis obat yang menargetkan aspek berbeda dalam siklus hidup HIV dan terkadang diperlukan kombinasi obat-obatan.

Menurut pedoman WHO, ART sebaiknya dimulai sebelum CD4 turun di bawah 350, bila kita hamil, kita alami TB aktif, kita membutuhkan terapi untuk virus hepatitis B (HBV), atau kita mempunyai gejala penyakit terkait HIV yang sedang atau berat.

Walau demikian diperlukan konsultasi dengan dokter mengenai keputusan untuk mengkonsumsi obat ini.

Memperlambat perjalanan penyakit

Pada dasarnya ARV bekerja untuk mencegah virusnya menggandakan diri dan memperlambat pertumbuhan virus. Jika waktu perutmbuhannya dilambatkan, begitu juga penyakit HIV.

Meski demikian obat ARV tidak dapat menyembuhkan HIV. Hal ini terjadi karena kemampuan HIV untuk menyembunyikan instruksinya di dalam sel dimana obat tidak dapat mencapainya.

Selama siklus hidup HIV, HIV menggabungkan dirinya ke dalam DNA sel inangnya.

Terapi antiretroviral dapat menghentikan virus baru yang mungkin dihasilkan dari menginfeksi sel baru, tetapi tidak dapat menghilangkan DNA virus dari genom sel inang.

Sebagian besar sel inang akan terbunuh oleh infeksi atau akhirnya mati karena usia tua, tetapi sejumlah kecil sel tampak hidup untuk waktu yang sangat lama di dalam tubuh. Seringkali, DNA virus dapat diaktifkan, dan sel mulai memproduksi virus baru. Inilah sebabnya mengapa kepatuhan minum obat sangat penting. Menghentikan pengobatan, bahkan untuk waktu yang singkat, dapat mengakibatkan sel-sel baru terinfeksi HIV.

Para peneliti sedang bekerja keras untuk menemukan obat yang benar untuk HIV yang benar-benar dapat membasmi virus dari orang yang terinfeksi.

Arahan saat ini termasuk menemukan cara untuk mengaktifkan sel yang menyimpan DNA virus, memaksa mereka “ke tempat terbuka” di mana mereka kemudian dapat ditargetkan oleh obat antiretroviral.

Para peneliti juga mencari cara untuk menggunakan alat genetik untuk menghapus DNA virus dari DNA sel.

Baca Juga: Sering Disamakan, Ternyata Ini Perbedaan HIV dan AIDS

Buat kamu yang ingin berkonsultasi lebih lanjut seputar problem kesehatan seksual, IMS, maupun HIV secara daring di masa pandemi ini, kamu bisa menghubungi Halo DKT di nomor 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp.

Ingin Tes HIV? Pahami Dulu Jenis-jenisnya

Tes HIV kita butuhkan untuk mengetahui apakah kita terinfeksi atau tidak.

Tes HIV bisa dilakukan di klinik kesehatan seksual, rumah sakit rujukan, atau pun Puskesmas, ‎secara gratis. Nama tesnya adalah tes VCT (voluntary counselling and testing).‎

Baca Juga: Kenali Gejala HIV pada Anak

Orang yang aktif secara seksual dan melakukan hubungan seks beresiko (berganti pasangan ‎atau punya pasangan orang dengan HIV/AIDS, serta memakai narkoba jarum suntik, ‎disarankan melakukan tes ini setidaknya setahun sekali.‎

Pemeriksaan tersebut akan membantu kita mendapatkan pengobatan yang tepat, sekaligus ‎mencegah penularan HIV makin meluas. Walau penyakit ini belum ada obatnya, tetapi ‎dengan pengobatan yang tepat seseorang bisa mengendalikan virusnya dan hidup dengan ‎sehat.‎

Tes HIV menggunakan sampel darah karena virusnya paling banyak terdapat dalam darah. ‎Ada beberapa jenis tes HIV/AIDS:‎

  1. Tes asam nukleat (NATs)
    Tujuan tes ini adalah mengetahui viral load (jumlah virus HIV). Tes NATs bisa mendeteksi HIV lebih cepat dibanding jenis tes lainnya. Namun, tes ini relatif mahal dan biasanya tidak dipakai dalam screening.
  2. Tes antigen antibody
    Tes ini akan mencari antigen dan antibodi HIV. Antigen adalah zat pada virus HIV dan biasanya dapat dideteksi dalam darah beberapa minggu setelah kita terinfeksi. Sementara itu antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh saat terpapar dan butuh waktu berminggu-minggu agar antibodi terdeteksi.
  3. Tes antibodi
    Tes ini bertujuan menemukan protein untuk menangkal penyakit. Nah, dalam hal HIV, antibodi khusus akan dihasilkan oleh tubuh jika kita memang terinfeksi.
  4. Tes Elisa
    Elisa merupakan akronim dari enzyme-linked immunosorbent assay. Tes ini termasuk dalam tes serologi untuk mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2. Jika hasil tes ini positif, biasanya dokter akan meminta dilakukan tes lanjutan yang lebih spesifik.

Bagaimana jika hasilnya positif? Hasil tes yang positif atau reaktif berarti kita memiliki ‎antibodi terhadap HIV yang artinya kita terinfeksi.

Karena tes VCT mewajibkan kita mengikuti konseling sebelumnya, seharusnya kita sudah ‎diberitahu apa yang harus dilakukan jika hasilnya positif dan bagaimana memperoleh ‎dukungan yang diperlukan.‎

Baca Juga: Pencegahan HIV-AIDS Dimulai Dari Mengubah Diri Sendiri!

Masih punya pertanyaan seputar HIV dan kesehatan reproduksi? Kamu ‎bisa langsung ‎‎berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT ‎‎0811-1-326459 ‎‎atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin ‎hingga Jumat pukul ‎‎‎09.00 – 16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, ‎sebab segala ‎‎informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.‎

Mengapa Kita Perlu Konseling Sebelum Tes HIV

Berbeda dengan penyakit lain, ketika kita akan melakukan tes HIV kita harus melakukan konseling ‎‎(VCT/voluntary counselling and testing).

VCT merupakan layanan yang diberikan rumah sakit atau puskesmas untuk tes HIV secara sukarela ‎yang disertai dengan pra-konseling dan pasca-konseling oleh petugas yang sudah terlatih.‎

Baca Juga: Metode KB Terbaik untuk Orang dengan HIV

Lewat layanan ini kita bisa mendapatkan dukungan moral dan juga informasi tentang perawatan ‎dan pengobatan. Jangan khawatir untuk melakukan konseling sebab kerahasiaan pasien akan ‎dijaga.

Layanan konseling sangat penting, sebab menerima hasil diagnosis HIV bukanlah hal yang mudah. ‎Berbeda dengan diagnosis kanker, di mana orang yang menderita kanker akan langsung didukung ‎secara moral oleh lingkungan, orang yang terjangkit HIV masih mendapat stigma.‎

Faktor stigma ini pula yang membuat orang takut mengikuti tes. Atau, setelah mengetahui positif ‎HIV tidak mau melanjutkan pengobatan karena tidak mau membuka diri.‎

Namun, jangan berkecil hati jika hasil tes HIV positif. Dengan rutin melakukan pengobatan kita bisa ‎tetap hidup dengan sehat dan produktif.

Agar tidak merasa sendirian, kita bisa bergabung dengan komunitas ODHA (orang dengan ‎HIV/AIDS) untuk mendapat dukungan. Mintalah informasi tentang komunitas ODHA di kota kamu ‎dari petugas klinik VCT.‎

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, tahun 2020 ada 41.987 infeksi baru HIV. Dari estimasi ‎‎543.100 orang dengan HIV, baru 78,7 persen yang sudah ditemukan. Dari jumlah itu, hanya 144.632 ‎atau 26,6 persen di antaranya yang dalam pengobatan. Capaian itu masih jauh dari target global 90 ‎persen.‎

Karena itu upaya menemukan kasus HIV baru untuk memutus rantai penularan sangat penting.

Untuk pencegahan, selain menggunakan kondom saat berhubungan seks, tidak berhubungan seks ‎dengan lebih dari satu orang, atau tidak memakai jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba ‎suntik, sangat penting dilakukan.‎

Baca Juga: Berapa Lama HIV Baru Menunjukkan Gejala?

Jika kamu masih ragu untuk melakukan tes HIV, tak ada salahnya berkonsultasi melalui Halo DKT di ‎nomor 0811-1-326459 atau klik ‎link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. pada hari Senin ‎hingga ‎Jumat pukul ‎‎09.00 – 16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, ‎sebab segala ‎‎informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.‎

Bisakah Kita Mengetahui Orang Terinfeksi HIV dari Penampilannya?

Kita tidak bisa mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak hanya dari penampilan luarnya saja.

Seseorang yang terinfeksi HIV bisa terlihat sehat dan baik-baik saja. Mereka bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari, baik itu bekerja atau pun kuliah, secara normal.

Baca Juga: Berapa Lama HIV Baru Menunjukkan Gejala?

Karena itulah tidak mungkin kita mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS hanya dari penampilan luarnya. Apalagi, HIV seringkali tidak bergejala, sehingga seseorang bisa tidak mengetahui apakah dirinya terinfeksi.

Infeksi HIV hanya menunjukkan gejala pada beberapa minggu pertama setelah penularan. Gejalanya pun mirip dengan penyakit infeksi lain, misalnya saja demam, kelelahan, sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, dan nyeri tenggorokan.

Setelah itu, seseorang dengan HIV bisa hidup bertahun-tahun tanpa gejala apa pun. Biasanya mereka baru mengetahui status HIV nya setelah infeksi menahun atau penyakitnya menunjukkan gejala yang membuat kesehatan menurun.

Berbeda dengan HIV, ketika sudah berada di tahap AIDS, ada beberapa gejala yang terlihat mencolok, antara lain diare berkepanjangan, penurunan berat badan, keringat dingin di malam hari, tuberculosis, bahkan terkena kanker serviks.

Saat seseorang terinfeksi HIV, mekanisme pertahanan tubuhnya akan melemah. Di tahap akhir dari infeksi HIV, seseorang sangat rentan pada “infeksi oportunistik” atau infeksi ikutan. Infeksi itu bisa disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur, yang pada orang sehat bisa dimusnahkan oleh sistem imun.

Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV adalah dengan melakukan tes antibodi yang mendeteksi ada tidaknya antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon pada virus HIV.

Dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan sampai terbentuk antibodi. Jika seseorang melakukan tes pada jendela periode 3 bulan, biasanya ia akan diminta untuk melakukan tes ulang setelah periode itu untuk memastikan. Sementara itu, disarankan untuk menghindari aktivitas seksual.

Baca Juga: Bagaimana Cara Orang dengan HIV Melindungi Diri dari Covid-19?

Kamu bisa langsung berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin hingga Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, sebab segala informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Berapa Lama HIV Baru Menunjukkan Gejala?

Ada orang yang terinfeksi HIV selama bertahun-tahun dan tidak menunjukkan gejala apa pun. Tetapi, banyak orang tak sadar bahwa ada gejala awal yang mirip dengan flu.

Sebagian orang mengalami gejala mirip sakit flu 1-4 minggu setelah pertama kali terinfeksi. Biasanya gejala tersebut bertahan satu atau dua minggu. Tahap ini disebut juga infeksi HIV akut atau utama.

Baca Juga: Metode KB Terbaik untuk Orang dengan HIV

Kemudian, setelah itu bisa saja tak muncul gejala lain sampai bertahun-tahun. Kondisi ini disebut dengan infeksi HIV tanpa gejala (asymptomatic). Walau kita merasa baik-baik saja, tetapi virusnya masih aktif di tubuh dan kita tetap bisa menularkannya ke orang lain.

Begitu HIV mulai merusak sistem imun kita, maka kita beresiko terkena penyakit yang sebenarnya bisa dilawan oleh tubuh yang sehat. Tahapan ini disebut dengan infeksi HIV bergejala, sebab kita mulai menyadari banyak keluhan kesehatan yang disebabkan oleh infeksi oportunistik.

Seperti apa gejala utama HIV?

Tidak ada dua orang yang terinfeksi HIV memiliki gejala yang sama, bahkan ada yang tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, seiring waktu infeksinya akan mulai menyebabkan perubahan.

Terkadang gejala baru muncul setelah satu dekade. Pada periode ini, jika HIV tidak ditangani, virusnya akan menginfeksi sel baru di tubuh.

Setelah bertahun-tahun tidak diobati, tubuh kita pun mulai mudah terkena infeksi bakteri, virus, atau jamur, yang tidak bisa dilawan oleh sel imun. Gejalanya meliputi berat badan turun, diare, demam, batuk tak sembuh-sembuh, masalah kulit dan mulut, serta gampang infeksi.

Walau begitu, gejala-gejala tersebut juga bisa menunjukkan penyakit lain, belum tentu karena HIV/AIDS.

Cara terbaik untuk memastikan HIV bukan dengan melihat gejalanya, tetapi melakukan tes HIV, terutama jika kita memiliki gaya hidup beresiko seperti menggunakan jarum suntik bergantian atau berganti-ganti pasangan seksual.

Baca Juga: Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

Kamu bisa langsung berkonsutasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomer Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin hingga Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, sebab segala informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Perkembangan Terbaru Vaksin HIV

Penelitian tentang vaksin HIV sudah dilakukan sejak 40 tahun lalu, namun kemajuannya cukup lambat dibandingkan dengan pembuatan vaksin Covid-19.

Sejak riset seputar vaksin ini dilakukan, sudah lebih dari 400 vaksin HIV yang memasuki uji coba klinis tahap satu dan ada lima yang masuk ke tahap tiga. Sayangnya, belum ada yang berhasil lolos sampai tahap akhir.

Baca Juga: Apakah Gejala HIV pada Pria dan Wanita Berbeda?

Sebagai informasi, karakteristik virus HIV memang unik dan mudah bermutasi sehingga tak mudah untuk membuat vaksinnya.

Karena itu seharusnya publik tak membandingkan mengapa vaksin Covid-19 sudah bisa dibuat dalam waktu 18 bulan.

Ahli virus dan direktur German Center of HIV & AIDS, Hendrik Streeck mengatakan, virus penyebab Covid-19 dan HIV tidak bisa dibandingkan.

“SAR-CoV-2 (virus penyebab Covid) dan HIV tidak bisa dibandingkan dalam hal struktur dan kerumitannya. HIV adalah virus yang sangat berbeda,” kata Streeck seperti dikutip dari DW.

Walau beberapa kali uji coba vaksin HIV menemui kegagalan, tetapi para ilmuwan terus berupaya menciptakan vaksin yang aman dan efektif untuk melindungi orang dari HIV.

Harapan baru muncul dari penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Oxford, Inggris yang telah mengembangkan vaksin HIV yang diberi nama HIVconsvX yang sudah memasuki uji coba klinis tahap satu.

Ada 13 orang dewasa sehat yang tidak terinfeksi HIV terlibat dalam uji coba ini. Para responden berusia 18-65 tahun dan dianggap beresiko tinggi tertular HIV.

Mereka akan mendapatkan satu dosis vaksin diikuti dengan dosis kedua di minggu keempat. Hasil efektifan dijadwalkan dilaporkan pada April 2020 mendatang.

Vaksin ini menargetkan varian HIV-1 yang luas, sehingga diharapkan mampu mencegah infeksi HIV di banyak wilayah serta pada varian yang berbeda. Selain itu, vaksin ini juga berpotensi bisa menyembuhkan orang yang sudah terinfeksi.

Kita tunggu saja perkembangannya.

Baca Juga: Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

Kamu bisa langsung berkonsutasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomer Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 atau melalui link berikut: https://bit.ly/halodktwhatsapp pada hari Senin hingga Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB. Tak perlu ragu untuk bertanya atau berkonsultasi, sebab segala informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.