Inilah Gejala HIV Pada Ibu Hamil yang Harus Dikenali

Pada tahap awal gejala HIV pada ibu hamil mirip dengan gejala flu.

Secara data penelitian, ibu hamil yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) berpotensi untuk menularkannya pada janin 15 sampai 45%. Kabar baiknya, jika dideteksi dengan cepat dan menjalani pengobatan maka penularan HIV dari ibu kepada janin bisa eliminasi. Tapi kenyataanya masih banyak orang, khususnya ibu rumah tangga (IRT) yang tidak mengetahui bagaimana gejala HIV bisa dikenali.

Baca Juga: Ini Bedanya Ruam Kulit Pada Gejala HIV

Mengapa banyak ibu rumah tangga positif HIV?

Padahal faktanya pada 2019 Kemenkes menyebutkan ada sebanyak 16.844 IRT yang positif AIDS di Indonesia. Angka tersebut cukup tinggi diantara profesi lainnya. Karena lingkaran penularannya semakin dekat pada lingkungan keluarga, maka sangat penting untuk mengenali gejala HIV, termasuk pada ibu hamil.

Salah satu penyebab tingginya penularan HIV pada IRT adalah karena melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman seperti kondom. Penggunaan kondom menjadi bentuk tanggung jawab dalam rumah tangga untuk saling melindungi dari penularan HIV. Karena pada prinsipnya setiap hubungan seksual, baik secara vaginal, oral maupun anal yang dilakukan tanpa pengaman berpotensi terjadinya penularan HIV.

Tapi kondom yang kamu dan pasangan pilih ketika berhubungan seksual sebaiknya yang berbahan lateks, karena sudah terbukti secara ilmiah bisa mencegah transmisi patogen ke dalam tubuh. Dan untuk mencegah kondom rusak saat terjadi gesekan, gunakan juga lubrikan berbahan air. Mengapa? Karena lubrikan berbahan air tidak akan membuat kondom lateks yang kamu gunakan rusak. Adapun kondom berbahan lateks yang berstandar internasional yang bisa kamu pilih untuk aktivitas seksual yang aman adalah Kondom Fiesta dan untuk lubrikannya ada Fiesta Intimate Natural Lubricant.

Ibu hamil wajib mengenali gejala HIV berikut ini.

Prinsipnya gejala HIV pada ibu hamil sama dengan gejala HIV pada umumnya. Adapun gejala HIV di setiap tahapnya berbeda-beda, karena itu kamu perlu mengenalnya.

  • Gejala HIV tahap awal
    Di tahap ini sering kali tidak disadari kalau virus penyebab HIV sudah ada di dalam tubuh karena gejala yang muncul sangat mirip dengan gejala flu. Adapun pada ibu hamil, gejala HIV yang muncul seperti demam, muncul ruam kemerahan pada kulit, sakit kepala, cepat lemas, sakit tenggorokan dan kelenjar getah bening membesar. Di antara beberapa gejala tersebut, yang bisa kamu jadikan tanda waspada adalah kelenjar getah bening yang membesar atau bengkak. Ini memang indikasi infeksi secara umum dan pada ibu hamil apapun bentuk infeksi yang terjadi harus ditangani dengan segera.
  • Gejala HIV tahap kedua.
    Pada tahap ini bisa dibilang justru tidak bergejala sama sekali, maka sering kali disebut sebagai tahap periode jendela. Karena meski tidak bergejala tetap sangat menular karena virus HIV di dalam tubuh bereplikasi dengan cepat. Replikasi inilah yang kemudian melemahkan sistem imun kamu sehingga berpotensi mengalami penyakit lainnya. Kondisi ini tentu berbahaya bagi janin, apalagi jika tidak terdeteksi dengan cepat proses persalinan bisa berpeluang untuk menularkan HIV kepada janin.

    Meski pada tahap ini sering kali tidak bergejala, namun pada beberapa kasus terdapat gejala lanjutan seperti demam yang sering berulang, selalu berkeringat di malam hari, mengalami diare yang tak kunjung sembuh, dan penurunan berat badan yang drastis. Waspadalah ketika berat badan kamu menurun secara drastis, karena idealnya ibu hamil mengalami kenaikan berat badan.

  • Gejala HIV tahap ketiga.
    Karena tidak terdeteksi maka virus HIV semakin melemahkan sistem kekebalan tubuh, alhasil kamu menjadi lebih mudah mengalami infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, meningitis, infeksi jamur dan sebagainya. Pada tahap ini, sebenarnya sudah masuk ke tahap Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS.

    Gejala spesifik di tahap ini adalah penurunan berat badan yang drastis, muncul bercak putih di lidah, mulut atau tenggorokan, infeksi paru atau pneumonia, diare yang berkelanjutan, kelenjar getah bening yang terus membengkak.

Segeralah memeriksakan diri ketika mengalami gejala-gejala tersebut. Dan cara paling efektif untuk mengetahui apakah gejala tersebut merujuk pada HIV/AIDS, adalah dengan melakukan tes HIV. Tes ini memerlukan dampingan tenaga medis dan konselor sehingga semua proses pemeriksaanya bisa berlangsung optimal.

Baca Juga: Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

Kalau kamu ingin bertanya lebih detail tentang apa saja gejala HIV yang harus diantisipasi, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Waspada: Sering Diare, Bisa Jadi Gejala HIV

Cara membedakan gejala HIV diare dengan diare biasa.

Ketika bicara tentang gejala HIV atau Human immunodeficiency virus, diare adalah salah satu yang menjadi gejala spesifik dari penyakit yang disebabkan oleh virus. Mengapa? Karena virus penyebab HIV menyerang sistem kekebalan tubuh secara progresif. Alhasil orang yang terinfeksi virus ini sangat berisiko mengalami infeksi berulang, termasuk infeksi pada saluran pencernaan. Adapun kondisi diare pada orang yang terinfeksi HIV, bisa jadi berupa gejala awal atau sebagai efek samping pengobatan antiretroviral (ARV). Sebagai gejala awal HIV, bagaimanakah membedakannya dengan diare biasa?

Baca Juga: Kenali Gejala HIV Sesuai Stadiumnya

Sebelum membahas secara detail apa yang membedakan keduanya, pertama kita harus paham betul mengapa orang yang terinfeksi HIV mudah sekali mengalami diare. Pada diare biasa, penyebab utamanya lebih kepada faktor tidak higienisnya makanan atau minuman yang dikonsumsi. Tapi pada gejala awal HIV, diare bisa terjadi karena sistem pencernaan terinfeksi oleh bakteri, virus maupun jamur.

Adapun bakteri disebut sebagai penyebab paling sering terjadinya diare pada orang yang terinfeksi HIV. Bakteri yang menjadi penyebab diare pada orang yang terinfeksi HIV adalah cytomegalovirus (CMV), microsporidia, cryptosporidium, mycobacterium avium-intracellulare (MAC) dan giardia lamblia.

Karena sistem kekebalan tubuh yang melemah, alhasil ketika orang yang terinfeksi HIV juga terinfeksi bakteri-bakteri tersebut maka diare menjadi hal yang sulit untuk dihindari. Menurut penelitian, setidaknya ada 80% orang yang terinfeksi HIV mengalami diare sebagai gejala awal mereka. Jika tidak segera diatasi, diare bisa berakibat fatal bagi pengidap HIV.

Ini bedanya gejala HIV diare dengan diare biasa.

Untuk membedakan diare sebagai gejala awal HIV dengan diare biasa, amati beberapa hal berikut ini:

  • Diare terjadi lebih dari 14 hari dan dalam sebulan bisa berulang 2-3 kali. Biasanya diare berbentuk cairan tanpa ampas.
  • Karena intensitas diare yang sangat tinggi dalam sehari, maka pada rentang waktu tertentu diare bisa bercampur dengan darah. Hal ini disebabkan terjadinya iritasi atau bahkan luka pada area rektum dan dubur.
  • Diare disertai dengan demam tinggi. Jika diare yang disebabkan karena kontaminasi pada makanan atau minuman yang kita konsumsi, biasanya tanpa disertai demam. Tapi karena gejala HIV diare disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur maka tubuh akan meresponnya dengan menaikkan suhu tubuh. Ini adalah cara tubuh untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
  • Berat badan turun secara drastis. Karena gejala HIV diare biasanya terjadi pada rentang waktu yang lama maka dapat dipastikan cairan yang keluar dari tubuh sangat banyak. Inilah yang kemudian membuat berat badan turun drastis. Tak hanya itu, cairan tubuh yang keluar dalam jumlah banyak tersebut juga berisiko menyebabkan terjadinya dehidrasi. Apa saja tanda dari dehidrasi? Pusing dan merasa sangat lelah serta lemas. Jika terus dibiarkan bisa mengganggu penyerapan nutrisi serta vitamin ke dalam tubuh sehingga bisa berujung pada malnutrisi atau bahkan kondisi yang fatal seperti hilang kesadaran karena dehidrasi hebat.

Maka segeralah memeriksakan diri ke dokter jika mengalami diare tanpa henti lebih dari seminggu. Untuk mendeteksi ada tidaknya virus penyebab HIV sejak awal sehingga penanganannya bisa optimal.

Baca Juga: Kenali Periode Jendela, Sudah Tertular HIV tapi Belum Bergejala

Kalau kamu ingin bertanya lebih detail tentang apa saja gejala HIV yang harus diantisipasi, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Deteksi Gejala HIV Dari Mulut

Tanda awal HIV paling sering muncul di mulut, apa saja gejalanya?

Hal pertama yang diserang oleh Human Immunodeficiency virus (HIV) adalah sistem kekebalan. Inilah yang kemudian membuat pengidapnya sangat rentan mengalami beragam penyakit. Bahkan bisa dibilang kecurigaan akan adanya infeksi yang disebabkan virus HIV muncul ketika seseorang mengalami gejala yang spesifik, seperti sering mengalami masalah di mulut. Bahkan menurut Departemen of Health and Human Services di Amerika Serikat, 32 sampai 46% orang dengan HIV sering kali mengalami beragam masalah mulut akibat sistem imun yang menurun.

Baca Juga: Kenali Gejala HIV Sesuai Stadiumnya

Masalah mulut yang sering terjadi ini akan berpengaruh langsung pada kondisi kesehatan orang dengan HIV. Karena mereka jadi tidak optimal untuk mengonsumsi makanan, alhasil asupan nutrisi ikut terganggu. Alhasil pembentukan sistem imun semakin melemah dan membuat kondisi pengidap HIV semakin rentan. Itu mengapa sangat penting untuk mengetahui bagaimana mendeteksi HIV dari gejala masalah mulut yang kerap kali muncul. Semakin cepat terdeteksi maka pengobatan HIV bisa segera dilakukan dan sistem kekebalan tubuh pun bisa tetap dijaga optimal.

Berikut gejala HIV yang bisa dideteksi dari mulut:

  1. Sariawan atau herpes simplex.
    Ini adalah infeksi di mulut yang disebabkan oleh virus. Untuk sariawan bentuknya biasa yaitu merah dan meradang. Tapi untuk herpes simplex bentuknya seperti lepuhan dan biasanya lokasinya di bibir bagian luar. Sebenarnya siapa saja bisa mengalami sariawan atau herpes simplex, hanya saja pada orang dengan HIV, gangguan mulut ini bisa berlangsung sangat lama karena imun sistem melemah. Tak hanya itu, karena imun sistem diserang oleh HIV maka sariawan dan herpes simplek yang dirasakan bisa sangat menyakitkan.
  2. Infeksi jamur.
    Infeksi yang disebabkan oleh jamur di mulut ini bisa terjadi dalam beberapa bentuk. Pertama Pseudomembranous candidiasis. Bentuknya seperti lapisan krim putih yang melekat pada permukaan lidah atau dinding rongga mulut. Lapisan krim putih bahkan bisa dikerok tapi kemudian meninggalkan bercak merah berdarah. Kedua adalah erythematous candidiasis yang berbentuk seperti bercak merah dan tampak ada luka pada pangkal lidah serta langit-langit mulut. Muncul sensasi seperti terbakar setiap kali makan makanan yang asin atau pedas. Ketiga adalah angular cheilitis yang bentuknya berupa luka pada sudut pertemuan bibir. Sering kali juga disertai dengan gejala pada erythematous candidiasis dan pseudomembranous candidiasis.
  3. Radang gusi dan mulut kering.
    Radang gusi (gingivitis) dan mulut kering adalah gangguan mulut yang bisa terjadi pada siapa saja. Gejalanya adalah gusi bengkak dan terasa sangat nyeri. Bahkan pada radang gusi yang kronis bisa membuat gigi tanggal dengan cepat. Sedangkan mulut kering tandanya adalah produksi air ludah yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Padahal air ludah diperlukan untuk menjaga gigi serta mencegah terjadinya infeksi. Karena tidak ada air ludah dalam mulut maka pembentukan plak semakin mudah, ini kemudian bisa memicu terjadinya radang gusi.
  4. Infeksi karena bakteri.
    Salah satu infeksi bakteri yang bisa terjadi adalah bacillary epithelioid angiomatosis. Gejala dari infeksi ini adalah muncul benjolan kecil merah, terasa lunak yang menyerupai bisul, dan mudah berdarah.

Jika kamu mengalami gejala-gejala tersebut, bahkan tidak pernah sembuh secara tuntas maka segeralah memeriksakan diri ke dokter. Dan karena tanda-tanda di atas bisa mengindikasikan adanya infeksi yang disebabkan oleh virus HIV, maka penting untuk selalu menerapkan seks aman. Adapun yang dimaksud dengan seks aman adalah setia pada pasangan serta menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual.

Pilihlah kondom yang berbahan lateks karena sudah terbukti secara klinis mampu mencegah transmisi patogen ke dalam tubuh. Tapi ingat, jika ingin menggunakan lubrikan untuk menambah sensasi saat menggunakan kondom lateks, pilihlah lubrikan berbahan dasar air agar kondom tidak mudah sobek karena gesekan. Kombinasi kondom Sutra dan Sutra Lubricant Gel adalah pilihan tepat untuk memastikan hubungan seks kamu dan pasangan tetap aman serta bergairah.

Baca Juga: Apakah Gejala HIV pada Pria dan Wanita Berbeda?

Nah kalau kamu ingin bertanya lebih detail tentang apa saja gejala HIV yang harus diantisipasi, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Saat Pasangan Positif HIV, Lakukan Ini Agar Tidak Tertular

4 Cara pencegahan penularan HIV ketika pasangan positif HIV.

Diagnosa positif HIV tidak hanya berdampak pada orang yang mengalaminya tapi juga kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama pasangannya. Kebanyakan orang berpikir, hidup bersama pasangan yang positif HIV berarti mengasingkan diri. Rasa kuatir dan takut tertular adalah reaksi wajar, tapi bukan berarti kamu dan pasangan tidak bisa terus menciptakan interaksi yang intim. Ini mengapa ketika diagnosis HIV ditegakkan, dokter serta konselor pasti akan meminta kamu untuk datang bersama pasangan.

Baca Juga: Kenali Gejala HIV Sesuai Stadiumnya

Ilmu pertama yang akan dibekali kepada orang yang hidup berdampingan dengan pasangan yang positif HIV adalah cara pencegahan. Maka lakukan 4 hal berikut sebagai cara untuk mencegah penularan HIV, sehingga kamu dan pasangan tetap memiliki kualitas hubungan serta kehidupan yang baik.

  1. Gunakan kondom setiap kali berhubungan seksual.
    Melakukan hubungan seksual dengan orang yang positif HIV memiliki tingkat risiko penularan yang sangat tinggi. Karena itu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual adalah syarat utama untuk mencegah penularan virus ini. Penelitian menegaskan, pemakaian kondom yang benar sangat efektif mencegah penularan virus HIV. Kondom bisa mencegah penularan sampai 73% pada perempuan dan 63% pada laki-laki.

    Pilihlah kondom berbahan lateks yang terbukti secara klinis mampu mencegah transmisi patogen ke dalam tubuh. Salah satu contoh kondom yang berbahan lateks berkualitas serta telah lolos uji standar internasional adalah Kondom Fiesta Ultra Safe. Untuk mencegah kondom robek ketika digunakan akibat gesekan, lengkapi penggunaanya dengan pelumas berbahan dasar air. Pelumas jenis ini tidak akan mengikis lateks pada kondom sehingga selalu aman digunakan. Kabar baiknya lagi, Kondom Fiesta Ultra Safe juga memiliki pelumas ekstra untuk menambah gairah sekaligus memberikan manfaat proteksi.

  2. Mengonsumsi obat untuk menekan risiko penularan HIV.
    Salah satu tujuan pentingnya melibatkan pasangan ketika seseorang didiagnosa positif HIV adalah untuk memberikan terapi pengobatan. Pada orang yang positif HIV, pengobatan jenis antiretroviral untuk mencegah replikasi virus terjadi. Sedangkan pengobatan pada pasangannya adalah Pre exposure Prophylaxis (PrEP) untuk menekan risiko penularan. Penelitian menyebutkan, menjalani PrEP dengan teratur bisa memberikan manfaat proteksi hingga 90%. Tak hanya itu, penelitian juga menegaskan penggunaan kondom yang dikombinasikan dengan PrEP sangat efektif dalam mencegah terjadinya penularan HIV pada pasangan.
  3. Lakukan tes HIV dan infeksi menular seksual secara reguler.
    Karena kamu termasuk faktor risiko maka penting untuk melakukan tes HIV secara reguler sehingga ketika hasilnya menunjukkan indikasi infeksi virus HIV, penanganan bisa segera dilakukan. Selain tes HIV secara reguler, perlu juga untuk melakukan tes infeksi menular seksual. Mengapa? Jika mengalami infeksi menular seksual secara berulang maka bisa jadi ini mengindikasikan adanya transmisi virus HIV.
  4. Kenali gejala-gejala HIV.
    Tes HIV pada prinsipnya mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam tubuh. Hanya saja virus ini memiliki periode jendela atau window period yang membuat tidak tampak gejala khas meski virus HIV sudah ada di dalam tubuh. Karena itu sangat penting untuk mengetahui gejala-gejala awal dari HIV. Pada tahap awal, pada 3-6 minggu atau 3 bulan setelah virus masuk ke dalam tubuh, barulah muncul gejala awal yang sangat mirip dengan flu yaitu demam, nyeri otot dan sendi. Adapun gejala spesifiknya adalah kelenjar getah bening yang membengkak.

    Pada stadium yang lebih lanjut, gejala HIV yang spesifik adalah diare berulang, radang mulut, sariawan berulang, infeksi saluran pernapasan, hingga munculnya ketombe yang tidak bisa ditangani dengan baik. Waspadalah jika hal ini terjadi.

Baca Juga: Apakah Gejala HIV pada Pria dan Wanita Berbeda?

Ketahuilah bahwa vonis positif HIV bukanlah akhir dari segalanya. Ada terapi pengobatan yang terbukti klinis bisa tetap menjaga kualitas hidup meski positif HIV. Kalau kamu ingin tahu lebih detail bagaimana agar tidak tertular HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Hasil Tes HIV: Positif, Negatif, dan Reaktif, Apakah Artinya?

Hasil tes HIV negatif, bukan berarti kamu aman dari HIV.

Stigma yang menyelubungi penyakit HIV membuat tidak banyak orang yang bersedia untuk melakukan tes HIV. Padahal idealnya jika sudah aktif secara seksual melakukan tes HIV untuk mendeteksi secara dini. Adapun hasil tes HIV bisa positif, negatif dan reaktif, apakah artinya? Yuk pahami bagaimana cara membaca hasil tes HIV.

Baca Juga: Kenali Gejala HIV Sesuai Stadiumnya

Siapakah yang sebaiknya melakukan tes HIV?

Melakukan tes HIV sebenarnya sama dengan pemeriksaan kesehatan lainnya, sebaiknya dilakukan secara rutin. Idealnya dokter akan menganjurkan melakukan tes HIV setiap 3 atau 6 bulan sekali, terutama yang berusia 13-64 tahun. Karena pada prinsipnya mereka yang sudah aktif secara seksual memiliki potensi terinfeksi HIV. Faktanya, hubungan seksual adan penggunaan jarum suntik bekas penderita HIV adalah cara penularan HIV yang tertinggi.

Tes HIV selain dilakukan atas kesadaran sendiri, sering kali juga atas rekomendasi dokter karena melihat adanya gejala yang mengarah pada infeksi HIV. Selain itu, ketika kamu terdiagnosa infeksi menular seksual, hepatitis B atau C dan tuberkulosis, dokter pun akan merekomendasikan untuk dilakukan tes HIV. Selain itu, individu yang masuk dalam faktor risiko seperti melakukan hubungan seksual tanpa kondom dan pasangan pengidap HIV juga disarankan untuk melakukan tes HIV secara reguler.

Tes ini penting dilakukan untuk mendeteksi apakah human immunodeficiency virus atau HIV sudah ada di dalam tubuh. Ketika virus ini ada di dalam tubuh adalah sel CD4 yang merupakan sel darah putih yang melawan infeksi yang akan diserang. Ketika kadar CD4 terus menurun di dalam tubuh maka dapat dipastikan sistem kekebalan melemah, inilah yang kemudian membuat penyakit HIV rentan menyebabkan pengidapnya mengalami infeksi lain yang bisa berujung pada kematian.

Tiga kategori hasil tes HIV: Positif, Negatif, Reaktif.

Adapun cara untuk menegakkan diagnosa HIV adalah dengan pemeriksaan fisik dan tes HIV melalui pemeriksaan darah. Yang dideteksi dalam pemeriksaan darah adalah adakah antibodi HIV. Untuk hasil tesnya sendiri memiliki tiga kategori yaitu positif, negatif dan reaktif. Apakah artinya?

Tes HIV Positif.

Hasil tes dipastikan positif ketika viral load HIV di dalam darah sudah di atas 1ml. Dokter akan memberikan rencana pengobatan sesuai dengan kondisi kamu. Jenis obat yang digunakan adalah antiretroviral atau ARV yang bisa menghambat virus bereplikasi. Kondisi ini akan membuat virus HIV tidak bisa menghancurkan sel CD4. Selain itu kamu juga akan dibekali dengan informasi tentang bagaimana cara mencegah penularan, terutama kepada pasangan. Salah satu pencegahan penularan yang wajib dilakukan adalah ketika melakukan hubungan seksual yaitu dengan menggunakan kondom.

Penggunaan kondom berbahan lateks telah terbukti secara klinis mencegah penularan HIV. Jika saat menggunakan kondom kamu dan pasangan ingin menggunakan lubrikan, pastikan yang dipilih adalah lubrikan berbahan air agar kondom tidak robek. Contohnya seperti Supreme Premium Condom yang terbuat dari lateks terbaik dan dilengkapi dengan pelumas khusus.

Tes HIV Negatif.

Hal yang harus diantisipasi dari hasil tes HIV negatif adalah periode jendela HIV atau window period. Ini adalah kondisi di mana virus HIV sudah ada di dalam tubuh tapi viral load di dalam darah belum cukup banyak untuk bisa terdeteksi. Periode jendela ini merupakan jeda waktu antara virus pertama kali masuk ke dalam tubuh sampai bisa terbaca secara akurat pada alat tes HIV. Periodenya sangat bervariasi pada setiap orang.

Jadi ketika hasil tes HIV negatif dan kamu merupakan kelompok faktor risiko atau tetap aktif melakukan hubungan seksual, sebaiknya jangan langsung terlena. Apalagi pada periode jendela seringkali gejala HIV belum terlihat jelas. Lakukan kembali tes HIV setelah 3 bulan untuk memastikan kondisi terdeteksi atau tidaknya antibodi HIV di dalam tubuh. Pada periode jendela, virus HIV akan terus bereplikasi yang artinya tetap bisa menularkan ke orang lain. Maka sangat penting untuk menjalani perilaku seks yang sehat yaitu dengan tetap menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual. Agar lebih baik, ajak juga pasangan untuk melakukan tes HIV sebagai bentuk perlindungan dan pencegahan.

Tes HIV Reaktif.

Ini adalah hasil tes positif yang perlu dikonfirmasi ulang melalui tes tambahan. Biasanya dokter tidak akan langsung menegakkan diagnosis tanpa hasil dari tes tambahan keluar. Sambil menunggu hasil tes tambahan, tetaplah ikuti saran dokter dalam memantau gejala HIV serta apa yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi virus.

Baca Juga: Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi bagaimana mengetahui gejala HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

5 Hoax Tentang HIV yang Wajib Kamu Tahu!

Jangan percaya 5 hoax ini agar kamu tidak terjebak dalam rasa takut tidak beralasan.

Mempercayai hoax atau berita bohong tentang HIV tidak hanya berdampak pada pengidapnya tapi juga kamu. Karena hoax bertujuan untuk menciptakan rasa takut yang tidak beralasan. Jika orang yang percaya hoax lebih banyak dibanding fakta yang benar tentang HIV, maka pencegahan serta penanganan penyakit ini menjadi tidak optimal. Alhasil tingkat penularannya pun semakin tinggi dan HIV kemudian menjadi ancaman bagi siapa pun.

Baca Juga: Bisakah Tertular HIV karena Berciuman?

Dan inilah 5 hoax tentang HIV yang sampai saat ini masih banyak beredar di masyarakat. Yuk sebar fakta yang benarnya, jangan berhenti di kamu ya..

  1. Hoax : HIV menular ketika menggunakan alat makan bergantian dengan ODHA.
    Faktanya: Air liur yang menempel pada alat makan tidak mengandung cukup virus untuk menularkan. Plus virus HIV mudah mati di udara bebas. Adapun cairan tubuh yang bisa menularkan virus HIV dengan cepat ketika terjadi kontak adalah darah, cairan vagina, sperma dan ASI. Jadi tidak perlu memisahkan alat makan jika kamu tinggal dengan ODHA.
  2. Hoax: HIV bisa menular melalui makanan kaleng yang telah diinjeksikan darah yang mengandung virus ini. Hoax ini sempat ramai di whatsapp group setelah ada video yang mengklaim beberapa makanan kaleng dari Thailand telah diinjeksi darah pekerjanya yang ODHA.
    Faktanya: Semua makanan kaleng harus melalui proses sterilisasi untuk membunuh segala virus, kuman dan bakteri. Ditambahkan lagi produsen makanan kaleng tentu memiliki standar higienis pengolahan dan pengemasan makanan yang sudah diterapkan oleh pemerintah. Kamu wajib tahu juga kalau virus HIV tidak dapat bertahan lama ketika berada di luar tubuh manusia.
  3. Hoax : HIV ditularkan melalui jarum yang terinfeksi yang kemudian ditancapkan ke kursi-kursi penonton di bioskop. Ketika hoax ini beredar ceritanya dilengkapi dengan latar belakang ODHA yang ingin menularkan penyakitnya ke banyak orang agar semakin banyak orang yang terinfeksi HIV.
    Faktanya: Salah satu karakteristik virus adalah dia memerlukan inang yang berupa benda hidup untuk bisa memperbanyak diri atau bereplikasi. Adapun inang yang bisa membuat HIV bereplikasi dengan cepat adalah darah dan ASI. Jadi jarum yang terinfeksi dan ditancapkan pada medium benda tidak akan bisa menjadi inang perantara HIV untuk bereplikasi.
  4. Hoax : Jarum pemeriksaan darah untuk diabetes dan kolesterol bisa menyebarkan HIV. Hoax ini berkembang ketika mulai ramai pemeriksaan diabetes dan kolesterol keliling.
    Faktanya: Jarum yang dipakai pada pemeriksaan diabetes dan kolesterol tidak dilengkapi dengan lubang untuk menyimpan darah. Walaupun ODHA melakukan pemeriksaan diabetes dan kolesterol menggunakan jarum tersebut, virusnya akan cepat mati karena tidak bisa bertahan lama di udara bebas. Pemeriksaan diabetes dan kolesterol menggunakan jarum yang memang didesain untuk sekali pakai.
  5. Hoax : Obat HIV/AIDS yaitu ARV jika diminum dalam waktu lama bisa merusak hati sehingga pengobatan yang aman adalah herbal.
    Faktanya : Beragam penelitian membuktikan terapi obat ARV yang diberikan kepada mereka yang terinfeksi HIV sangat efektif untuk menjaga sel imun mereka tetap optimal. Ini mengapa pemerintah mendukung penggunaannya, bahkan diberikan gratis kepada ODHA yang menjalani pengobatan di fasilitas kesehatan masyarakat seperti Puskesmas.

Baca Juga: Apakah Gejala HIV pada Pria dan Wanita Berbeda?

Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi tentang bagaimana sebenarnya mencegah serta mengobati HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Ini Bedanya Ruam Kulit Pada Gejala HIV

Ruam HIV paling sering muncul pada wajah dan dada.

Munculnya ruam HIV atau bercak-bercak merah pada kulit bisa terjadi karena manifestasi gejala HIV atau sebagai efek samping dari konsumsi obat antiretroviral atau ARV. Pada bentuk manifestasi gejala HIV, ruam kulit sering kali disalahartikan sebagai reaksi tubuh atas alergi terhadap penggunaan produk yang diaplikasikan ke kulit. Lalu bagaimanakah membedakan ruam karena gejala HIV dengan ruam biasa?

Baca Juga: Ketahui 7 Siklus Hidup HIV dalam Tubuh Manusia

Adapun ruam gejala HIV biasanya muncul pada dua bulan pertama ketika tubuh terinfeksi virus penyebab HIV. Tapi berdasarkan studi yang dilakukan UC San Diego Health, 90% orang yang terinfeksi HIV pasti mengalami ruam pada perjalanan penyakitnya, baik di awal gejala atau saat memasuki stadium tertentu. Tanda spesifik dari ruam gejala HIV adalah berwarna merah dengan sedikit benjolan kecil merah di tengahnya. Ruam-ruam ini tersebar secara merata dan terasa sangat gatal.

Umumnya ruam gejala HIV muncul di wajah dan dada, tapi bisa juga menjalar ke seluruh bagian tubuh seperti kaki dan tangan. Bahkan tidak jarang juga ruam ini muncul di dalam mulut dalam bentuk sariawan. Munculnya ruam juga menjadi indikasi kalau kekebalan tubuh mulai menurun karena virus penyebab HIV telah menghancurkan CD4. Ini adalah salah satu jenis sel darah putih yang fungsinya melawan infeksi.

Karena sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan maka tubuh bereaksi dengan menghasilkan ruam. Selain itu, ruam ini juga menjadi pertanda telah ada infeksi oportunistik tertentu misalnya infeksi jamur Candida. Jika ini yang terjadi maka dapat dipastikan HIV sudah masuk ke stadium akhir atau AIDS.

Untuk membedakan ruam HIV dengan ruam kulit biasanya bukan pada bentuk serta ukuran ruam, melainkan pada gejala yang ikut menyertainya. Biasanya ruam HIV akan diikuti dengan gejala sariawan di mulut, diare terus menerus, berat badan turun drastis tanpa sebab yang jelas, lebih cepat merasa lelah, kelenjar getah bening yang membesar, hingga kehilangan nafsu makan. Sebenarnya ini semua adalah gejala utama dari HIV.

Lalu bagaimana cara mengatasinya? Biasanya ruam yang disertai dengan gejala-gejala di atas membuat dokter merekomendasikan pasien untuk melakukan tes HIV/AIDS. Jika hasilnya memang positif HIV/AIDS maka dokter juga akan memberikan obat seperti antihistamin untuk mengatasi ruamnya. Ruam akan hilang dengan sendirinya ketika sudah mendapatkan pengobatan.

Waspada juga dermatitis seboroik.

Jika tidak segera ditangani, ruam-ruam itu bisa berkembanng menjadi dermatitis seboroik. Ini adalah bentuk gangguan kulit yang ditandai dengan ruam bersisik dan kulit memerah. Biasanya ini terjadi di kulit kepala. Bagi para ODHA yang mengalami ruam kulit HIV yang satu ini menjadi pertanda kalau penyakit kamu semakin berkembang dan menimbulkan berbagai komplikasi.

Sebaiknya segeralah konsultasi ke dokter jika ruam HIV yang dialami ternyata cepat menyebar di seluruh tubuh, muncul lepuhan pada kulit dan demam. Sehingga masalah ruam kulit bisa diatasi. Cara mengatasinya adalah cukup mengonsumsi ARV secara teratur, maka setelah seminggu atau dua minggu masalah ruam kulit dan dermatitis seboroik akan berkurang. Jadi jangan pernah patah semangat untuk mengkonsumsi ARV secara teratur demi menikmati kualitas hidup terbaik.

Baca Juga: Mengapa Kita Perlu Konseling Sebelum Tes HIV

Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi tentang bagaimana sebenarnya mencegah serta mengobati HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Vaksin HIV Berbasis mRNA Mulai Diuji Coba pada Manusia

Tim ilmuwan memulai uji coba calon vaksin HIV berbasis mRNA pada manusia.

Selama satu dekade terakhir, kemajuan dalam pengobatan HIV telah menghasilkan sejumlah kemajuan berarti, mulai dari kombinasi obat baru, dosis sekali sehari, dan yang terbaru pengenalan injeksi jangka panjang untuk pencegahan dan pengobatan yang dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.

Namun, mengapa kemajuan para ilmuwan dalam membuat vaksin HIV seolah “jalan di tempat?”

“Kesulitan kandidat vaksin yang telah diuji pada manusia sejauh ini adalah tidak satupun dari mereka menghasilkan antibodi penetralisir yang luas (bnAbs) terhadap HIV, yang merupakan antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan inang yang mampu memblokir HIV di sel target,” jelas Mark Feinberg, MD, presiden dan CEO International AIDS Vaccine Initiative (IAVI).

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Melindungi Orang dengan HIV

Belum lama ini National Institutes of Health juga mengumumkan bahwa kandidat vaksin HIV lainnya, yang ditujukan untuk memproduksi antibodi non-penetral, gagal memberikan perlindungan yang memadai terhadap infeksi HIV pada wanita.

Namun, muncul secercah harapan baru. IAVI dan Scripps Research, bersama dengan Moderna, akan meluncurkan studi klinis fase I yang akan menilai kemampuan dua kandidat vaksin mRNA 1644 dan mRNA 1644v2. Vaksin ini ditargetkan untuk secara aman menghasilkan antibodi penetralisir luas (bnAbs) pada orang dewasa yang sehat.

Penelitian ini akan mulai merekrut peserta pada minggu ketiga September.

Dapatkah Antibodi Penetralisir Secara Luas memecahkan misteri HIV?

Selama empat dekade, human immunodeficiency virus (HIV) selalu berhasil menghindari upaya sistem kekebalan tubuh yang berusaha melenyapkannya.

Kecanggihan virus ini karena beberapa faktor, termasuk kemampuan virus untuk berevolusi dengan cepat untuk menghasilkan mutasi baru yang membantunya menghindari antibodi.

HIV juga telah menemukan cara untuk menyamarkan lapisan luarnya (glikoprotein amplop HIV, atau HIV env) dengan rantai gula yang sama yang ditemukan pada protein manusia, sehingga mereka tersembunyi dari serangan sel imun.

Seperti virus corona, HIV env menggunakan lonjakan protein untuk menempel dan memasuki sel inang dan menginfeksinya.

IAVI dan Scripps Research mungkin telah menemukan kunci penting untuk memecahkan pelindung virus yang tidak dapat ditembus.

Mereka telah menemukan cara untuk merekayasa imunogen (sejenis antigen yang memunculkan respons imun) yang keduanya tampak seperti struktur lingkungan HIV dan dapat menginduksi sel B spesifik yang belum matang untuk mengembangkan antibodi penetralisir yang luas sebelum seseorang terpapar virus.

Berdasarkan hipotesis, kandidat vaksin mRNA-1644 dapat mengaktifkan beberapa jenis sel B yang belum matang untuk menghasilkan antibodi penetral luas yang ditargetkan.

Setelah diuji coba di laboratorium dan penelitian pada hewan, kini para ilmuwan menguji kandidat vaksin HIV ini pada subjek manusia.

Dalam penelitian pada manusia, 48 orang dewasa yang sehat dan HIV-negatif menerima dua dosis imunogen atau plasebo berbasis protein yang direkayasa secara ilmiah dengan selang waktu 2 bulan.

Temuan, yang dipresentasikan awal tahun ini pada pertemuan tahunan “Penelitian HIV untuk Pencegahan”, memberikan “bukti konsep” – tidak ada masalah keamanan yang muncul, dan 97 persen orang yang mendapatkan kandidat vaksin menghasilkan respons yang diinginkan: produksi vaksin. sel B spesifik yang belum matang.

Dalam studi mendatang, 56 orang dewasa berusia 18 dan 50 tahun akan dibagi menjadi empat kelompok dan menerima vaksin mRNA 1644, antigen inti mRNA 1644v2, atau keduanya.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan bertahap, pertama untuk mengaktifkan sel B yang belum matang dan kemudian mengarahkan mereka di sepanjang jalur untuk menetralkan produksi antibodi secara luas terhadap satu area spesifik pada lingkungan HIV: tempat pengikatan CD4.

Uji coba menggunakan platform mRNA Moderna (yang sama seperti yang digunakan dalam produksi vaksin COVID-19), yang akan membantu mempercepat proses penemuan dan pengembangan vaksin HIV.

Baca Juga: Perkembangan Terbaru Vaksin HIV

Penelitian ini akan berlangsung selama kurang lebih 19 bulan.

Vaksin berbasis mRNA (messenger ribonucleic acid) adalah teknik vaksin yang cukup baru dibandingkan teknik lainnya. Berbeda dengan teknik lainnya yang memasukkan virus ke dalam tubuh, vaksin ini berisi mRNA yang mengajarkan sel tubuh kita untuk memproduksi protein.

Apabila kamu memiliki pertanyaan lainnya terkait dengan HIV-AIDS dan metode pencegahannya, jangan ragu berkonsultasi ke Halo DKT dengan menghubungi nomor Whatsapp Halo DKT 0811-1-326459 dan juga link bit.ly/halodktwhatsapp.

Kenali Gejala HIV Sesuai Stadiumnya

Dengan mengenali gejala HIV sesuai dengan perjalanan penyakitnya maka pemahaman kita dapat mencegah penularan lebih optimal.

Jika mendengar kata ‘HIV’ maka kebanyakan orang langsung meyakini kalau dirinya tidak akan tertular penyakit ini. Karena stigmanya, penyakit ini hanya menghampiri orang-orang yang tidak baik seperti pekerja seks komersial (PSK) dan pemakai narkoba jarum suntik. Faktanya menurut Kemenkes pada 2019, angka ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV paling tinggi ada pada ibu rumah tangga yaitu mencapai 16.844 sementara pada PSK hanya 3.499. Ini artinya penularan HIV/AIDS tetap dapat terjadi ketika aktivitas seksual dilakukan tanpa proteksi. Mengingat HIV bisa terjadi pada siapa saja, maka penting untuk mengetahui apa saja gejala HIV sesuai stadiumnya. Mengapa?

Baca Juga: Berapa Lama HIV Baru Menunjukkan Gejala?

Mengumpulkan segala informasi tentang HIV termasuk apa saja gejalanya, akan membuat kamu memiliki kesadaran untuk menghindari diri terinfeksi penyakit ini. Karena sesungguhnya informasi tentang gejala HIV sesuai stadiumnya juga akan membantu kamu untuk mendeteksinya lebih cepat. Kualitas hidup orang yang hidup dengan AIDS (ODHA) bisa tetap terjaga jika pengobatan dilakukan secara disiplin. Tanpa berlama-lama lagi mari kita cari tahu bagaimana saja gejala HIV sesuai stadiumnya:

  1. Gejala tahap awal atau HIV Akut: Pada tahap awal, gejala HIV mulai terlihat pada 3-6 minggu atau 3 bulan setelah virus masuk ke dalam tubuh. Sesaat setelah menginfeksi tubuh, barulah muncul gejala awal HIV. Hanya saja pada tahap ini gejala HIV sangat mirip dengan flu biasa seperti demam, kelenjar getah bening yang membengkak, nyeri pada otot dan sendi.
  2. Gejala HIV stadium I : Pada tahap ini, HIV disebut asimtomatik karena gejala awal mulai menghilang. Kalaupun ada gejala, bentuknya sangat ringan seperti membengkaknya kelenjar getah bening yang ada di ketiak, leher, serta lipatan paha. Periode ini bisa terjadi 5-10 tahun dan disebut sebagai periode jendela karena tidak bergejala tapi sangat menularkan ke orang lain. Karena begitu tubuh terinfeksi HIV maka virus berlipat ganda dengan cepat dan karena tidak menampilkan gejala yang spesifik akhirnya segala kebiasaan seks tidak terproteksi tetap dilakukan. Alhasil penularan HIV berlangsung sangat cepat tapi mereka tidak menyadari sudah ada virus di dalam tubuh.
  3. Gejala HIV stadium II: Karena virus terus berlipat-ganda maka imun tubuh ikut diserang alhasil gejala HIV pun muncul kembali. Gejala yang spesifik terjadi di stadium ini adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, radang mulut dan sariawan yang berulang, dermatitis seboroik atau munculnya ketombe dan tidak bisa ditangani dengan baik.
  4. Gejala HIV stadium III: Mulai muncul gejala-gejala infeksi primer. Hal ini dapat terjadi karena HIV menghancurkan sel T, padahal fungsinya untuk melawan infeksi. Ketika jumlah sel T terus saja menurun maka sebenarnya sistem kekebalan tubuh kamu pun ikut merosot. Alhasil penyakit infeksi pun bermunculan seperti jamur di mulut, ada bercak putih dengan permukaan kasar dan berbulu pada lidah. Satu lagi gejala HIV yang spesifik adalah tiba-tiba mengalami tuberkulosis paru.
  5. Gejala HIV/AIDS stadium IV: AIDS adalah stadium akhir dari HIV yang ditandai dengan kadar CD4 yang sangat rendah. Idealnya CD4 dalam tubuh bisa mencapai 500-1600 sel/mm³. Tapi pada stadium ini kadar CD4 bisa hanya di bawah 200 sel/mm³. Alhasil pengidap HIV/AIDS menjadi sangat rentan mengalami beragam infeksi sekunder. Adapun gejalanya adalah pneumonia, TBC, diare, infeksi jamur herpes, infeksi pada paru dan lain sebagainya.

Jika kamu termasuk kelompok yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS maka sebaiknya melakukan pemeriksaan darah rutin. Tujuannya agar begitu terdeteksi adanya HIV di dalam tubuh, maka pengobatan segera dilakukan. Selain itu, setiap kali melakukan hubungan seksual tetaplah menggunakan kondom seperti Kondom Fiesta Beraroma. Karena ini adalah alat kontrasepsi yang juga ampuh mengalau masuknya HIV ke dalam tubuh.

Baca Juga: Gejala HIV di Kulit Akibat Efek Samping Obat Antiretroviral

Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi tentang gejala HIV dan penularannya, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Waspada: Inilah Gejala Awal HIV Pada Pria

Pada fase awal, gejala HIV mirip dengan flu biasa.

Pada 2016 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menegaskan dari total kasus HIV di Amerika yang mencapai 39.782, ternyata 81% diantaranya diidap oleh laki-laki. Lalu bagaimana kondisinya di Indonesia? Berdasarkan Sistem Informasi HIV, AIDS, dan IMS (SIHA) 2019 yang dikeluarkan oleh Kemenkes disebutkan kasus HIV dan AIDS pada pria lebih tinggi dibanding wanita. Ada sebanyak 64,5% pria mengalami HIV dan 68,6% pria mengalami AIDS. Lantas bagaimanakah sebenarnya gejala awal HIV pada pria?

Baca Juga: Sudah Tahu Beda HIV dan AIDS?

HIV atau human immunodeficiency virus ketika masuk ke dalam tubuh maka yang pertama kali diserang adalah sel darah putih yang merupakan inti dari sistem kekebalan tubuh. HIV menghancurkan sel darah putih dan membuat tubuh tidak punya kekebalan untuk melawan berbagai penyakit. Ketika tingkat infeksi HIV semakin tinggi dan kekebalan tubuh menurun maka terjadilah sindrom imunodefisiensi atau AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome). AIDS bisa dibilang fase mematikan dari HIV.

Artinya jika terdeteksi dengan segera dan disiplin menjalani pengobatan maka orang yang terinfeksi HIV tidak selalu menjadi AIDS. Hanya saja masih banyak orang tidak mengetahui apa saja yang menjadi gejala awal dari HIV. Terlebih di fase awal, gejala HIV sangat mirip dengan flu biasa. Itu mengapa kamu perlu mewaspadai apa saja gejala HIV yang spesifik terjadi pada pria berikut ini:

  1. Luka pada penis: Sebaiknya waspadalah ketika menemukan luka atau bisul di penis, karena ini merupakan gejala spesifik HIV pada pria. Tidak hanya di penis, bisa juga luka atau bisul muncul di bagian anus.
  2. Gairah seks menurun: Ketika HIV menginfeksi tubuh maka produksi hormon seks seperti testosterone menurun atau disebut hipogonadisme. Ketika hipogonadisme terjadi maka salah satu aspek spesifik yang akan dirasakan pria adalah gairah seksnya menurun bahkan sampai menyebabkan disfungsi ereksi.
  3. Demam: Mirip seperti gejala flu, HIV pada tahap awal juga disertai dengan demam yang juga disertai dengan pembengkakan pada kelenjar getah bening. Di tahap ini menandakan virus sudah masuk ke dalam pembuluh darah dan menginfeksi dengan cepat. Infeksi inilah yang direspon tubuh dengan naiknya suhu tubuuh mencapai 39 derajat.
  4. Badan terasa nyeri dan pegal: Selain demam, reaksi tubuh ketika terjadi peradangan adalah pembengkakan kelenjar getah bening. Adapun kelenjar getah bening berada di pangkal paha, leher dan ketika. Alhasil ketika kelenjar getah bening bengkak maka sendi dan otot di sekitarnya terasa nyeri dan pegal.
  5. Muncul ruam kulit: Gejala yang juga spesifik terjadi pada HIV tahap awal adalah munculnya ruam-ruam pada kulit tapi tidak disertai dengan rasa gatal. Ini bisa terjadi 2-3 minggu dan ketika jumlah virus semakin banyak di dalam tubuh, ruam kulit berkembang menjadi eksim serta jamur kulit. Jika hal itu terjadi maka HIV masuk pada stadium lanjut.
  6. Nyeri pada saat buang air kecil: Infeksi HIV juga menyebabkan pria mengalami nyeri setiap kali buang ari kecil. Gejala ini mirip dengan infeksi saluran kemih dan infeksi menular seksual, karena itu jangan anggap remeh ketika kamu mengalami nyeri saat buang air kecil.

Pada tahap awal ini karena virus penyebab HIV sudah masuk ke dalam tubuh dan berlipat ganda, maka sangat berpotensi untuk menularkan ke orang lain melalui aktivitas seksual. Adapun pencegahan penularan yang dapat dilakukan adalah dengan selalu menggunakan kondom pada setiap aktivitas seksual. Pilihlah kondom Supreme Premium yang terbuat dari lateks kualitas terbaik. Penelitian membuktikan kondom berbahan lateks efektif mencegah penularan HIV.

Baca Juga: Kenali Gejala HIV pada Anak

Ingat semakin cepat dideteksi maka HIV bisa segera ditangani. Ini artinya fase berkembangnya HIV menjadi AIDS yang mematikan bisa diminimalisir. Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi tentang memproteksi diri agar tidak tertular HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Bisakah Tertular HIV Melalui Seks Oral?

Seks oral tetap berpotensi untuk menularkan tidak hanya infeksi menular seksual tapi juga HIV.

Masih banyak orang berkeyakinan seks oral tidak berpotensi untuk menularkan HIV, benarkah demikian? Selama tidak ada luka terbuka di dalam gusi dan mulut, risiko penularan HIV melalui seks oral sangat minim. Meski resikonya minim bukan berarti potensi penularan tidak ada, karena itu tetap perlu dilakukan pencegahan agar aktivitas seksual tidak menimbulkan risiko terjadinya infeksi menular seksual dan HIV.

Baca Juga: Bisakah Kita Mengetahui Orang Terinfeksi HIV dari Penampilannya?

Secara sederhana pengertian dari seks oral adalah memberikan stimulasi pada alat kelamin pasangan dengan mulut. Jika yang distimulasi adalah penis maka disebut dengan fellatio sedangkan apabila yang distimulasi adalah klitoris atau vagina maka disebut cunnilingus. Lantas bagaimanakah aktivitas seksual ini bisa berpotensi untuk menularkan HIV?

Center for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan penularan HIV terjadi melalui cairan tubuh yaitu darah, air mani, cairan vagina, cairan anus, dan ASI yang masuk ke dalam tubuh orang yang sehat. Potensi penularan HIV bisa ketika orang yang menerima oral seks juga positif HIV dan terdapat luka di area genitalnya. Maka pasangan yang melakukan oral seks berisiko tinggi untuk tertular HIV apalagi jika di dalam mulutnya terdapat luka terbuka seperti sariawan di bibir atau ada luka di gusi atau lidah.

Cara memproteksi diri dari HIV ketika melakukan seks oral.

CDC juga menyebutkan kalau rentang waktu penularan HIV baru dirasakan oleh orang yang tertular setelah enam bulan melakukan oral seks. Pada beberapa minggu pertama setelah tertular, bisa jadi orang tersebut tidak mengalami gejala atau hanya berpikir mengalami flu biasa karena gejala yang muncul adalah demam, menggigil, tenggorokan sakit, kelenjar getah bening bengkak, dan sakit kepala. Pada periode ini biasanya virus berkembang dengan cepat sehingga jumlah virus di dalam darah menjadi sangat tinggi dan sangat mudah menularkan ke orang lain.

Lalu bagaimanakah cara untuk menghindari potensi tertular HIV yang bisa saja terjadi melalui seks oral? Jawabannya adalah dengan menggunakan kondom pada setiap aktivitas seksual, termasuk saat melakukan seks oral. Tapi ketika melakukan seks oral pada vagina yang digunakan adalah dental dam, lapisan lateks berbentuk persegi yang diletakkan di atas vagina.

Mengapa kondom dan dental dam bisa menekan risiko penularan HIV? Penelitian membuktikan material lateks yang digunakan pada kondom dan dental dam mampu mencegah terjadinya transmisi patogen ke dalam tubuh. Penting juga untuk diingat adalah gantilah kondom dan dental dams jika sebelumnya alat kelamin sudah penetrasi ke vagina atau penis atau anus. Mengapa? Sehingga ketika oral seks dilakukan cairan yang menempel pada kondom dan dental dams tidak akan berkontak dengan mulut.

Pada prinsipnya penularan HIV bisa dicegah dengan menerapkan rumus setia pada pasangan dan selalu menggunakan kondom pada setiap aktivitas seksual. Lalu jika kamu sudah aktif secara seksual, penting juga untuk melakukan tes HIV secara regular demi mengetahui bagaimana status kamu dengan pasangan. Last but not least sangatlah penting untuk selalu menjaga kesehatan tubuh, termasuk kesehatan mulut dan gigi. Karena ternyata luka terbuka yang ada di dalam mulut dan gigi bisa berpotensi menjadi pintu masuk penularan HIV.

Baca Juga: Ketahui 7 Siklus Hidup HIV dalam Tubuh Manusia

Kalau kamu ingin tahu lebih detail lagi tentang memproteksi diri agar tidak tertular HIV, langsung saja konsultasi ke HALO DKT melalui layanan bebas pulsa 0800-1-326459 atau Whatsapp ke 0811-1-326459 atau klik link berikut https://bit.ly/halodktwhatsapp. Jangan kuatir, semua informasi yang kamu sampaikan akan dijamin kerahasiaannya.

Apakah Gejala HIV pada Pria dan Wanita Berbeda?

Gejala HIV (human immunodeficiency virus) memang bervariasi, tetapi sebenarnya pada pria dan wanita mirip.

Ketika tubuh terinfeksi HIV sebenarnya tidak ada perubahan spesifik yang dirasakan. Namun, banyak orang mengatakan ada gejala yang dirasakan pada satu bulan pertama, walau tidak menyadari bahwa itu adalah HIV.

Gejala tersebut mirip dengan penyakit flu biasa, misalnya saja demam, menggigil, kelenjar getah bening bengkak, hingga ruam kemerahan di kulit.

Baca Juga: Mengenal Gejala HIV Sesuai Perjalanan Penyakitnya

Karena gejalanya yang sangat umum tersebut, biasanya seseorang tidak merasa perlu untuk memeriksakan diri ke dokter. Selain itu, terkadang gejalanya datang dan pergi atau bisa memburuk dengan cepat.

Bila seseorang terpapar HIV, kemungkinan besar mereka juga terpapar infeksi menular seksual, seperti gonorrhea, klamidia, sifilis, atau trichomoniasis.

Para pria cenderung lebih cepat menyadari gejala infeksi menular seksual karena melihat ada luka kecil di organ genitalnya. Tetapi kebanyakan pria tidak langsung memeriksakan diri ke dokter.

Sebaliknya pada wanita, biasanya mereka tidak menyadari ada perubahan atau luka di organ vaginanya.

Selain itu, wanita yang terinfeksi HIV juga beresiko tinggi:

  • Infeksi jamur di vagina berulang
  • Infeksi lain di vagina, termasuk bakteri vaginosis
  • Perubahan siklus haid
  • Infeksi human papillomavirus (HPV) yang juga menyebabkan kutil kelamin dan memicu kanker leher rahim.

Meski tidak terkait dengan gejala HIV, tetapi wanita yang terinfeksi HIV juga bisa menularkan virusnya ke bayi saat kehamilan. Karena itu disarankan untuk mengonsumsi obat ARV yang dinyatakan aman untuk ibu hamil.

Ibu hamil yang mendapatkan terapi ARV beresiko lebih rendah untuk menularkan HIV ke bayinya, baik saat kehamilan atau persalinan. Menyusui juga bisa menjadi jalan penularan virus ini ke bayi.

Pengobatan

Terapi pengobatan harus dimulai begitu seseorang terdiagnosis HIV, berapapun jumlah virusnya (viral load).

Pengobatan utamanya adalah ARV (antiretroviral), kombinasi dari obat-obatan yang bekerja untuk menghentikan reproduksi virus. Terapi obat ini juga mencegah HIV berkembang menjadi AIDS dan menekan risiko penularan ke orang lain.

Baca Juga: Jangan Ragu Lakukan Tes HIV, Meski Belum Muncul Gejala HIV

Jika terapi yang dijalankan efektif, maka jumlah virusnya bisa “tidak terdeteksi”. Ini berarti seseorang masih terinfeksi HIV, tetapi jika dilakukan tes maka virusnya tidak terlihat walau virusnya masih ada dalam tubuh.

Meski begitu, jika pengobatan ARV dihentikan, jumlah virus bisa meningkat lagi dan HIV mulai menyerang sel CD4 (jenis sel darah putih yang menjadi bagian dari sistem kekebalan tubuh).

Kamu bisa berkonsultasi lebih jauh soal HIV ke Halo DKT, dengan menghubungi Halo DKT di nomor WhatsApp 0811-1-326459, atau melalui link: https://bit.ly/halodktwhatsapp, pada hari Senin hingga Jumat pukul 09.00 – 16.30 WIB. Jangan khawatir karena segala informasi yang kamu sampaikan bersifat rahasia.